Waspadai Hipertensi, Asam Urat dan Gizi Buruk


AJARDETIK.COM | PADANG Masyarakat Sumatera Barat relatif tinggi konsumsi daging. Randang, dendeng, soto dan gulai kambing adalah kuliner yang paling digemari. Bahkan, daging dalam bentuk lain, seperti sate, juga menjadi makanan kesukaan banyak orang. Kuliner berbahan daging itu bahkan sudah dikenal masyarakat dunia, khususnya Randang dan Sate, sebagai makanan terenak di dunia.

Namun di balik kenikmatan itu jika konsumsinya tidak terkontrol dan cara pengolahannya tidak benar, bisa menjadi bumerang. Salah satu penyakit berbahaya yang disebabkan konsumsi daging berlebihan dan salah mengolahnya adalah hipertensi. Hipertensi adalah kondisi kronis di mana tekanan darah meningkat. Kondisi ini dapat terjadi selama bertahun-tahun, tanpa disadari oleh penderitanya. Kerusakan pembuluh darah dan jantung bisa terus berlanjut, meski tidak ada gejala spesifik.
Menurut beberapa penelitian, daging sapi dan kambing sebenarnya tidak secara langsung menyebabkan hipertensi. Justru, yang bisa memicu melonjaknya tekanan darah adalah cara pengolahannya.

Menambahkan banyak garam, menggoreng daging dengan minyak lemak jenuh, termasuk menambahkan santan bisa memicu naiknya tekanan darah. Bagian lemak jenuh pada daging kambing juga bisa memicu tekanan darah tinggi.

Terlebih lagi, saat Anda memasaknya dengan menggunakan minyak jenuh. Hal ini bisa menyebabkan pembuluh darah jadi kaku dan itu penyebab darah tinggi.
Selain cara pengolahan daging merah, ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam menaikkan tekanan darah setelah mengonsumsinya. Antara lain, tingginya kadar kolesterol seseorang dan ada riwayat penyakit penyerta lain.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak diidap masyarakat. Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) merupakan masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya.

Hipertensi sekarang jadi masalah utama kita semua, tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi ini merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, dan stroke. 



Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi. 

Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menyebutkan bahwa biaya pelayanan hipertensi mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2016 sebesar Rp2,8 Triliun, tahun 2017 dan tahun 2018 masing-masing sebesar Rp3 Triliun.

Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.

Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi.

Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

Semua organ yang memiliki pembuluh darah akan dirusak oleh hipertensi seperti otak.
Organ-organ tubuh lain yang menjadi target adalah mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer.

Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi sayur dan buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres. 

Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian Hipertensi di antaranya adalah meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian Hipertensi dengan perilaku CERDIK dan PATUH; meningkatkan pencegahan dan pengendalian Hipertensi berbasis masyarakat dengan Self Awareness melalui pengukuran tekanan darah secara rutin; penguatan pelayanan kesehatan khususnya Hipertensi.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti meningkatkan akses ke Fasilitas Kesehatah Tingkat Pertama (FKTP), optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu pelayanan. Salah satu upaya pencegahan komplikasi Hipertensi khususnya Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di FKTP melalui Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM, 5) Pemberdayaan masyarakat dalam deteksi dini dan monitoring faktor risiko hipertensi melalui Posbindu PTM yang diselenggarakan di masyarakat, di tempat kerja dan institusi.

Jika seseorang mengalami hipertensi, maka upaya yang harus dilakukan adalah mengontrol tekanan darah. Masyarakat diimbau melakukan cek tekanan darah di fasilitas kesehatan terdekat.

Kalau pasien yang sudah hipertensi diharapkan segera mengunjungi dokter untuk mendapatkan penanganan dan upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengontrol hipertensi.
Kalau individu itu sudah mendapatkan obat dan sudah tahu tekanan darahnya harus diturunkan berapa maka selanjutnya minum obat terus walaupun tekanan darahnya sudah mencapai target. 

Hipertensi adalah penyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan. Jadi kalau seseorang tekanan darahnya sudah mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi terkontrol. Kalau sudah terkontrol maka diharapkan penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal, risikonya akan menurun.

Selain hipertensi, penyakit lain yang perlu diwaspadai adalah Asam Urat. Penyakit asam urat atau gout adalah salah satu jenis radang sendi yang terjadi karena adanya penumpukan kristal asam urat. Kondisi ini dapat terjadi pada sendi mana pun, seperti di jari kaki, pergelangan kaki, lutut, dan paling sering di jempol kaki.
Pada kondisi normal, asam urat larut dalam darah dan dikeluarkan melalui urine. Akan tetapi pada kondisi tertentu, asam urat dapat menumpuk akibat tubuh menghasilkan asam urat dalam jumlah yang berlebihan atau mengalami gangguan dalam membuang kelebihan asam urat.

Kadar asam urat dalam darah yang berlebihan akan menyebabkan pembentukan kristal di sendi. Kristal ini akan memicu peradangan, sehingga penderita akan mengalami gejala nyeri dan bengkak pada sendi, biasanya di kaki. Selain di sendi, kristal asam urat juga bisa terbentuk di ginjal dan saluran kemih. Kondisi tersebut dapat mengganggu fungsi ginjal atau menyebabkan batu ginjal atau batu saluran kemih.

Perlu diketahui, meski disebabkan oleh tingginya kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia), tidak semua orang dengan hiperurisemia mengalami penyakit asam urat. Penyakit asam urat disebabkan oleh penumpukan kristal asam urat pada sendi. Kondisi ini bisa terjadi akibat tubuh menghasilkan terlalu banyak asam urat atau fungsi ginjal dalam membuang asam urat tidak bekerja dengan baik, sehingga membuat kadar asam urat dalam darah terlalu tinggi.

Penyakit asam urat umumnya ditandai dengan munculnya rasa nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan bertahan selama beberapa waktu. Sendi yang nyeri juga kerap mengalami kemerahan, bengkak, dan terasa panas. Bagian yang paling sering terdampak oleh asam urat adalah kaki.

Gejala-gejala tersebut biasanya hanya terjadi pada satu sendi, tetapi juga bisa terjadi pada beberapa sendi di saat yang bersamaan, misalnya di sendi dan jari-jari tangan. 

Kemudian, penyakit lain yang juga perlu diwaspadai adalah kurang gizi. Masalah gizi bukan saja dapat terjadi pada seluruh kelompok usia di sepanjang daur kehidupan, lebih dari itu masalah gizi yang terjadi pada suatu kelompok usia akan berpengaruh pada periode kelompok usia berikutnya ( intergenerational impac). 

Pada masa mendatang, status gizi berperan secara sangat esensial menentukan kualitas SDM. Tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh status gizi ibu ketika janin masih berada dalam kandungan. Selanjutnya, status gizi anak berusia di bawah lima tahun (balita) akan mem-pengaruhi kualitas pada saat usia sekolah, remaja dan seterusnya.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alami yang terjadi pada setiap makhluk hidup. Pertumbuhan tidak semata-mata dipantau pada perubahan fisik, tetapi juga perubahan dan perkembangan mental, intelektual, perasaan dan tingkah laku. 

Proses pertumbuhan dan perkembangan balita dan anak-anak yang terjadi dengan secara sangat cepat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi faktor genetika, lingku-ngan, pola asuh dan gizi. Masa balita yang sering disebut sebagai masa emas merupakan periode yang sangat penting. Pada seorang balita terutama pada usia dua tahun pertama kehidupan, otak sedang mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, sehingga mereka harus menda- pat asupan gizi yang cukup, kasih sayang dan rangsang yang positif.

Pada tahun 1999, di Indonesia diperkirakan ada 1,3 juta anak yang mengalami gizi buruk yang berpotensi un-tuk mengalami kehilangan IQ sebesar 22 juta poin. 1,4 Anak-anak dengan gizi kurang tersebut berisiko untuk mengalami penurunan berat otak, jumlah sel, besar sel, dan zat-zat biokimia lain lebih tinggi daripada anak yang normal. Semakin muda seorang anak menderita kondisi gizi kurang, semakin berat akibat yang ditimbulkan.Keadaan tersebut akan semakin berat lagi, jika keadaan gizi kurang telah dimulai sejak janin dalam kandungan.

Pada kekurangan gizi yang berat, dapat terjadi kemunduran mental yang bersifat permanen, tetapi pada keadaan yang ringan dan sedang kemunduran mental
tersebut masih mungkin dipulihkan. Berdasarkan berbagai hasil penelitian, diketahui bahwa setiap anak dengan status gizi yang buruk berisiko mengalami kemunduran
IQ sekitar 10 – 13 poin. Pendapatan perkapita yang rendah berdampak pada kemampuan rumah tangga memenuhi kebutuhan pangan yang rendah. 

Status ekonomi, status kesehatan dan status pendidikan yang rendah saling terkait antara satu dengan yang lain secara sangat erat. Status ekonomi yang rendah,
secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap status gizi, sementara status gizi buruk dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak yang rendah.

Hal tersebut memerlukan upaya perbaikan menyeluruh, berkesinambungan dan sinergi. Selain itu, juga diperlukan dukungan dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, badan swata dan pemerintah. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengungkapkan upaya penanggulangan masalah kekurangan gizi yang penting dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok usia sesuai siklus kehidu- pannya. Oleh sebab itu, investasi gizi berperan penting dalam memutus lingkaran kemiskinan dan gizi kurang sebagai upaya peningkatan SDM. 

Tahukah pembaca bahwa masalah gizi buruk di kalangan kelompok balita masih menjadi perhatian utama di berbagai negara, khususnya Indonesia.
Dilansir dari laman who.int, sekitar 45 persen kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun yaitu terkait dengan gizi buruk. 

Melansir situs Unicef Indonesia, ada 3 masalah gizi di Indonesia yang mengancam masa depan jutaan anak dan remaja. Pertama, stunting (bertubuh pedek). Stunting disebabkan karena malnutrisi atau kekurangan gizi kronis dan penyakit berulang selama kanak-kanak. Anak yang mengalami stunting paling umum ditandai dengan tubuh yang lebih pendek dari anak kebanyakan seusianya.

Tak hanya berdampak pada kesehatan fisik, stunting juga membatasi kemampuan kognitif anak secara permanen dan menyebabkan kerusakan yang lama.

Kedua, wasting (bertubuh kurus). Masalah kekurangan gizi lain di Indonesia adalah tingginya angka wasting pada anak-anak. Kondisi wasting ditandai dengan tubuh anak yang sangat kurus. Wasting adalah masalah kekurangan gizi akut yang disebabkan oleh penurunan berat badan secara drastis atau kegagalan dalam proses menaikkan berat badan. Anak-anak yang mengalami masalah gizi wasting atau pun kegemukan memiliki risiko kematian yang tinggi.

Ketiga, kasus obesitas pada orang dewasa. Tak hanya anak-anak, orang dewasa di Indonesia juga punya masalah gizi yakni kegemukan atau obesitas. Unicef menyebut angka kegemukan atau obesitas di Indonesia sudah naik hampir 2 kali lipat selama 15 tahun terakhir. Masalah gizi yang satu ini meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit berbahaya seperti diabetes dan juga penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke.

Gizi buruk merupakan salah satu hal yang menjadi masalah global, termasuk di Indonesia. Pemenuhan gizi yang belum tercukupi baik sejak dalam kandungan hingga bayi lahir dapat menjadi pemicunya. Gizi buruk dapat berupa berat badan rendah terkait tinggi badan, serta tumbuh kembang yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. 

Salah satu bentuk luas dari gizi buruk ialah stunting. Sunting adalah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Kondisi tersebut menyebabkan anak tumbuh lebih pendek dari anak normal seusianya. Selain itu, anak dengan stunting seringkali juga memiliki keterlambatan pola pikir dan diyakini sebagai akibat tidak terpenuhinya zat gizi.

Karena sedemikian bahayanya hipertensi, asam urat, dan kurang gizi, dosen-dosen Program Studi S-1 Keperawatan dan Profesi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mercubaktijaya, Padang, melakukan kegiatan pengabdian pada masyarakat di Kelurahan Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, minggu kedua Desember 2021 selama tiga hari.

Kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan berupa skrining kesehatan dan pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan terapi komplementer dalam lingkup keperawatan, dengan sasaran kelompok agregat dewasa, lansia, ibu dengan balita dan anak usia sekolah. 

Rincian kegiatan yang telah dilakukan meliputi: Pertama, Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah: Skrining tekanan darah, edukasi pengendalian tekanan darah pada penderita Hipertensi dan melatih akupresur awam untuk mengendalikan tekanan darah. Kegiatan ini 25 orang. Pengabdian masyarakat ini sebagai tindakan preventif permasalahan hipertensi yang muncul karena kurangnya kesadaran masyarakat sekitar terhadap makanan sehat rendah garam. Selain itu, diperkenalkan juga terapi komplementer yang bisa digunakan untuk mengontrol tekanan darah penderita hipertensi sebagai pendamping terapi medis.

Kedua, Keilmuan Keperawatan Gerontik : Pemeriksaan asam urat dan Otago exercise untuk keseimbangan dan mengurangi risiko jatuh pada lansia. Kegiatan ini dihadiri oleh 32 orang lansia. Inovasi terapi komplementer untuk lansia berupa Otago exercise sangat dibutuhkan lansia untuk preventif kejadian jatuh.

Ketiga, Keilmuan Keperawatan Anak & Maternitas : Edukasi Masyarakat Khususnya Ibu Balita dalam Mencegah terjadinya Masalah Gizi Pada Anak dengan Pendekatan Terapi Tuina Massage. Kegiatan ini diikuti oleh 16 orang ibu dengan balita. Permasalahan gizi pada anak masih menjadi masalah utama yang harus segera diatasi. Terapi komplementer yang diperkenalkan pada pengabdian masyarakat ini adalah terapi pijat Tui Na yang masih baru dan belum dikenal masyarakat pada umumnya. Terapi ini merupakan terapi komplementer untuk meningkatkan nafsu makan anak dan meningkatkan gizi anak,

Keempat, Keilmuan Keperawatan Jiwa : Edukasi asertiveness dalam mereduksi bullying dan membangun karakter anak sejak dini pada kelompok anak usia sekolah di SDN 31 Pasir Kandang Kel. Pasir nan tigo, Kec. Koto Tangah, Kota Padang. Kegiatan ini diikuti peserta 20 orang anak. Permasalahan bullying sering terjadi usia sekolah seperti mengancam dan memukul jika keinginan tidak terpenuhi. Pengabdian masyarakat ini dilakukan dengan mengajarkan anak cara berkomunikasi yang baik berupa terapi komplementer asertiveness. 

Kegiatan pengabdian masyarakat Pusat studi komplementer Prodi S1 keperawatan & Profesi Ners sangat menekankan dalam mengajarkan masyarakat menerapkan terapi komplementer. Saat sekarang ini, terapi komplementer menjadi alternatif bagi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan. Penggunaan terapi tradisional ke dalam pengobatan modern.Terapi komplementer bertujuan untuk menangani berbagai penyakit dengan teknik tradisional, yang juga dikenal sebagai pengobatan alternatif. Terapi komplementer tidak dilakukan dengan tindakan bedah dan obat komersial yang diproduksi secara masal, namun biasanya menggunakan berbagai jenis terapi dan obat herbal.*

Oleh Fitri Rahma Sari
Mahasiswi STIKes Mercubaktijaya Padang 
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال