Oleh: RIZAL TANJUNG
Tokoh teater dan budayawan
Festival Teater Sumatera Barat 2024 : Dari Tema "Merespons Ruang Bebas" berpindah ke Ruang Tertutup, membuat Taman Budaya Sumatera Barat kehilangan integritas sebagai pelaksana festival.
Festival Teater Sumatera Barat (Sumbar) tahun ini menghadapi perubahan signifikan dalam konsep dan pelaksanaannya. Tema awal yang direncanakan, yaitu "Merespons Ruang Bebas," dibatalkan tanpa penjelasan, dan festival pun dialihkan ke ruang tertutup. Pergeseran ini memunculkan sejumlah pertanyaan, baik dari kalangan seniman maupun penonton, terutama terkait dengan makna perubahan ruang pertunjukan tersebut bagi dinamika teater dan interaksi dengan penonton.
Mengapa "Merespons Ruang Bebas"?
Tema "Merespons Ruang Bebas" memiliki makna yang mendalam, baik dari perspektif artistik maupun sosial. Dalam teater, ruang bebas memungkinkan ekspresi yang lebih spontan, mempertemukan aktor dan penonton dalam lingkungan yang lebih cair, tanpa sekat formal. Teater di ruang terbuka biasanya memberikan kebebasan bagi aktor untuk lebih fleksibel dalam memanfaatkan ruang dan memungkinkan penonton berpartisipasi secara langsung. Dengan merespons ruang bebas, teater diharapkan bisa lebih dekat dengan kehidupan nyata, memecah batas formal antara penonton dan pertunjukan, serta merangkul keberagaman respons dari audiens.
Di sisi lain, tema ini juga menekankan pentingnya adaptasi, mengajak seniman untuk merespons lingkungan sekitar, baik dari segi fisik maupun sosial, yang tidak bisa diprediksi. Namun, pembatalan tema ini dan peralihan ke ruang tertutup membawa interpretasi berbeda tentang tujuan festival tersebut.
Ruang Tertutup: Membangun Keintiman atau Membatasi?
Ruang tertutup dalam pementasan teater menawarkan suasana yang lebih terkendali dan intim. Di ruang tertutup, suara, cahaya, dan gerakan dapat diatur dengan lebih presisi, menciptakan pengalaman yang lebih terfokus bagi penonton. Pemindahan festival ke ruang tertutup mengisyaratkan keinginan untuk menjaga kualitas estetis dan teknis pertunjukan, sekaligus memberikan kontrol penuh kepada seniman atas elemen-elemen yang membangun suasana pementasan. Dalam konteks ini, ruang tertutup juga dapat meningkatkan intensitas emosional, membiarkan penonton benar-benar tenggelam dalam cerita tanpa gangguan.
Namun, di balik keunggulannya, ruang tertutup juga membawa sejumlah batasan. Tidak seperti di ruang terbuka, di mana penonton memiliki kebebasan yang lebih besar untuk mengekspresikan responsnya secara spontan, ruang tertutup cenderung menuntut kesopanan dan keheningan. Dalam festival ini, misalnya, penonton dilarang meninggalkan tempat duduk, menyalakan nada dering, atau bahkan bertepuk tangan selama pertunjukan berlangsung. Aturan ini mungkin terlihat ketat, tetapi menciptakan suasana yang lebih sakral, yang seakan-akan “mendiskriminasi” penonton yang terbiasa dengan kebebasan ruang terbuka.
Pengaruh Perubahan Ruang Terhadap Makna dan Tujuan Festival
Pergeseran dari ruang bebas ke ruang tertutup dapat mengubah makna keseluruhan dari festival ini. Tema awalnya, "Merespons Ruang Bebas," mungkin bertujuan untuk merangkul keberagaman dan interaksi langsung dengan masyarakat. Namun, dengan ruang tertutup, festival menjadi lebih terfokus pada kesempurnaan teknis dan penghayatan yang mendalam dalam ruang yang lebih sakral. Ini mungkin mencerminkan aspirasi yang berbeda dari pihak penyelenggara (Taman Budaya Sumbar), yaitu untuk menyajikan teater dengan lebih eksklusif dan terjaga, meskipun itu berarti mengorbankan kebebasan interaksi.
Perubahan ini juga menandakan adanya perubahan dalam persepsi teater oleh penyelenggara, di mana mereka menempatkan pementasan sebagai sesuatu yang perlu dinikmati dalam keheningan penuh. Dengan suasana yang terkendali dan aturan ketat, festival ini menempatkan pertunjukan sebagai sesuatu yang harus dipahami dengan serius, tanpa intervensi atau gangguan dari luar. Di satu sisi, perubahan ini menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap karya seni teater. Di sisi lain, hal ini bisa jadi mengecewakan bagi penonton yang mengharapkan suasana interaktif dan bebas. Terkesan Taman Budaya seakan-akan tidak punya konsep dan tidak paham dengan kegiatan yang dilaksanakannya.
Perubahan tema tentu akan mengalami perubahan konsep.
Perubahan mendadak dari "Merespons Ruang Bebas" ke ruang tertutup menunjukkan tantangan dalam menyelenggarakan festival teater di tengah ekspektasi yang berbeda-beda dari para penonton. Keputusan ini mencerminkan dua pendekatan yang berbeda dalam menyikapi ruang teater. Di satu sisi, ruang bebas memungkinkan ekspresi dan interaksi yang cair antara penonton dan pemain, sementara ruang tertutup menciptakan atmosfer yang lebih formal dan terkendali.
Perubahan ini mungkin akan memancing diskusi yang lebih dalam mengenai bentuk dan format teater masa kini, antara mempertahankan sakralitas pertunjukan atau memberi ruang ekspresi yang lebih bebas bagi penonton.
Bagaimana pun, hal ini menunjukkan bahwa seni teater terus berkembang dan menyesuaikan dengan konsep dan aturan yang diusung oleh panitia pelaksana, meskipun dalam konsep aturan kebodohan.